Program Visit Banda Aceh 2011 : Aceh Tourism, bertujuan memperkenalkan Objek Wisata Aceh dan Wisata Kuliner Aceh kepada dunia Internasional.
Visit Aceh, a Place Blessed With Natural Beauty and as a Spiritual Gateway.
Objek Wisata Kota Banda Aceh
(Article Source : http://www.bandaacehkota.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=270&Itemid=47)
· Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh
Masjid ini dibangun pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) dan merupakan pusat pendidikan ilmu agama di Nusantara. Pada saat itu banyak pelajar dari Nusantara, bahkan dari Arab, Turki, India, dan Parsi yang datang ke Aceh untuk menuntut ilmu agama. Masjid ini merupakan saksi bisu sejarah Aceh dan merupakan kebanggaan masyarakat Aceh. Masjid Raya Baiturrahman adalah simbol religius, keberanian dan nasionalisme rakyat Aceh.
Masjid ini merupakan markas pertahanan rakyat Aceh ketika berperang dengan Belanda (1873-1904). Pada saat terjadi Perang Aceh pada tahun 1873, masjid ini dibakar habis oleh tentara Belanda. Pada saat itu, Mayjen Khohler tewas tertembak di dahi oleh pasukan Aceh di pekarangan Masjid Raya. Untuk mengenang peristiwa tersebut, dibangun sebuah monumen kecil di depan sebelah kiri Masjid Raya, tepatnya di bawah pohon ketapang. Enam tahun kemudian, untuk meredam kemarahan rakyat Aceh, pihak Belanda melalui Gubernur Jenderal Van Lansnerge membangun kembali Masjid Raya ini dengan peletakan batu pertamanya pada tahun 1879. Hingga saat ini Masjid Raya telah mengalami lima kali renovasi dan perluasan (1879-1993).
Masjid ini merupakan salah satu Masjid yang terindah di Indonesia yang memiliki tujuh kubah, empat menara dan satu menara induk. Ruangan dalam berlantai marmer buatan Italia, luasnya mencapai 4.760 m2 dan terasa sangat sejuk apabila berada di dalam ruangan Masjid. Masjid ini dapat menampung hingga 9.000 jama‘ah. Di halaman depan masjid terdapat sebuah kolam besar, rerumputan yang tertata rapi dengan tanaman hias dan pohon kelapa yang tumbuh di atasnya.
(Picture Source : http://aryjalan.com/wp-content/uploads/2010/12/masjid-raya-baiturrahman.jpg)
· Pinto Khop
Dibangun pada masa Pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pinto Khop merupakan pintu penghubung antara Istana dan Taman Putroe Phang. Pinto Khop ini merupakan pintu gerbang berbentuk kubah.
Pintu Khop ini merupakan tempat beristirahat Putri Phang, setelah lelah berenang, letaknya tidak jauh dari Gunongan, disanalah dayang-dayang membasuh rambut sang permaisuri. Disana juga terdapat kolam untuk sang permaisuri mandi bunga. Ditempat itu pula oleh Sultan dibangun sebuah perpustakaan dan menjadi tempat sang permaisuri serta Sultan menghabiskan waktu sambil membaca buku selepas berenang, keramas dan mandi bunga.
(Picture Source : http://photos-d.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc1/hs143.snc1/5300_1127951438850_122910_30478475_3858857_n.jpg )
· Gunongan
Gunongan terletak di Jalan Teuku Umara berhadapan dengan lokasi perkuburan serdadu Belanda (Kerkoff). Bangunan ini didirikan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) pada abad ke-17. Bangunan Gunongan tidak terlalu besar, bersegi enam, berbentuk seperti bunga dan bertingkat tiga dengan tingkat utamanya sebuah mahkota tiang yang berdiri tegak. Pada dindingnya ada sebuah pintu masuk berukuran rendah yang selalu dalam keadaan terkunci. Dari lorong pintu itu ada sebuah tangga menuju ke tingkat tiga Gunongan.
Gunongan merupakan simbol dan kekuatan cinta Sultan Iskandar Muda kepada permaisurinya yang cantik jelita, Putri Phang (Putroe Phang) yang berasal dari Pahang, Malaysia. Alkisah, Putroe Phang sering merasa kesepian di tengah kesibukan sang suami sebagai kepala pemerintahan. Ia selalu teringat dengan kampung halamannya di Pahang. Sang suami memahami kegundahan permaisurinya. Untuk membahagiakan sang permaisuri, ia membangun sebuah gunung kecil (Gunongan) sebagai miniatur perbukitan yang mengelilingi istana Putroe Phang di Pahang. Setelah Gunongan selesai dibangun, betapa bahagianya sang permaisuri. Hari-harinya banyak dihabiskan dengan bermain bersama dayang-dayang di sekitar Gunongan, sambil memanjatinya.
(Picture Source : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVRZ2QXB5rQ6UVfZ6mFQoVTqH0Isbqagxb8w6gz_8f_XfPbKsOdOYE9n_clB5cjVpUCZo_vsa4lyhXnVD4gOmg59LfrNcFJ7DYhVENR-LSjXTn-l5hNslzbHMrP0BTTg4AE60nfUFsiT6r/s1600/gunongan2.png)
· Kapal Apung Lampulo
Situs ini tetap dipertahankan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh untuk mengenang Musibah Tsunami yang melanda Kota Banda Aceh. Sebuah kapal yang terbawa Gelombang Tsunami dan terdampar di perumahan penduduk di kawasan Gampong Lampulo Kecamatan Kuta Alam.
· Makam Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda merupakan tokoh penting dalam sejarah Aceh. Aceh pernah mengalami masa kejayaan, kala Sultan memerintah di Kerajaan Aceh Darussalam pada tahun 1607-1636 ia mampu menempatkan kerajaan Islam Aceh di peringkat kelima di antara kerajaan terbesar Islam di dunia pada abad ke 16. Saat itu Banda Aceh yang merupakan pusat Kerajaan Aceh, menjadi kawasan bandar perniagaan yang ramai karena berhubungan dagang dengan dunia internasional, terutama kawasan Nusantara di mana Selat Malaka merupakan jalur lalu lintas pelayaran kapal-kapal niaga asing untuk mengangkut hasil bumi Asia ke Eropa.
Beliau bisa bertindak adil, bahkan terhadap anak kandungnya. Dikisahkan, Sultan memiliki dua orang putera/puteri. Salah satunya bernama Meurah Pupok yang gemar pacuan kuda. Tetapi buruk laku Meurah, dia tertangkap basah sedang berselingkuh dengan isteri orang. Yang menangkap sang suami, di rumahnya sendiri pula. Sang suami mencabut rencong, ditusukkannya ke tubuh sang isteri yang serong. Sang suami kemudian melaporkan langsung kepada Sultan, dan setelah itu di depan rajanya sang suami kemudian berharakiri (bunuh diri). Sultan, yang oleh rakyatnya dihormati sebagai raja bijaksana dan adil, jadi berang. Meurah Pupok disusulnya di gelanggang pacuan kuda dan dipancungnya (dibunuh) sendiri di depan umum. Maka timbullah ucapan kebanggaan orang Aceh: Adat bak Po Temeuruhoom, Hukom bak Syiah Kuala. Adat dipelihara Sultan Iskandar Muda, sedang pelaksanaan hukum atau agama di bawah pertimbangan Syiah Kuala. Murah Pupok dikuburkan di kompleks pekuburan tentara Belanda yang terkenal dengan nama "KerKhoff Peutjoet".
· Gerbang Peutjoet Kerkoff
Kerkoff berasal dari bahasa Belanda yang berarti kuburan, sedangkan Peutjoet atau asal kata dari Pocut (putra kesayangan) Sultan Iskandar Muda yang dihukum oleh ayahnya sendiri (Sultan Iskandar Muda) karena melakukan kesalahan fatal dan dimakamkan di tengah-tengan perkuburan ini.
Pada relief dinding gerbang makam tertulis nama-nama serdadu Belanda yang meninggal dalam pertempuran dengan masyarakat Aceh (setiap relief ada 30 nama); daerah pertempuran, seperti di Sigli, Moekim, Tjot Basetoel, Lambari en Teunom, Kandang, Toeanko, Lambesoi, Koewala, Tjot Rang - Pajaoe, Lepong Ara, Oleh Karang – Dango, dan Samalanga); dan tahun meninggal para serdadu (1873-1910). Sekitar 2200 tentara Belanda termasuk 4 jenderalnya sejak tahun 1883 hingga 1940an dikuburkan di sini. Di antara para serdadu Belanda tersebut ada beberapa nama prajurit Marsose yang berasal dari Ambon, Manado dan Jawa. Para prajurit Marsose yang berasal dari Jawa ditandai dengan identitas IF (inlander fuselier) di belakang namanya, prajurit dari Ambon dengan tanda AMB, prajurit dari Manado dengan tanda MND, dan serdadu Belanda dengan tanda EF/ F. Art.
· Masjid Baiturrahim Ulee Lheu
Masjid Baiturrahim ini merupakan satu-satunya bangunan dipinggir Pantai Ulee Lheue yang berdiri kokoh pada saat Tsunami menerjang Kota Banda Aceh, sementara bangunan lain yang berada di sekitarnya luluh lantak di hantam Gelombang Tsunami pada hari minggu tanggal 24 Desember 2004.
· Kuburan Massal Ulee Lheu
Situs wisata ini terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda. Dulunya situs ini adalah Rumah Sakit Umum Meuraxa, namun ketika Tsunami melanda Kota Banda Aceh, Rumah Sakit tersebut rusak parah dan halamannya dijadikan pemakaman massal bagi korban Tsunami. Kemudian Rumah Sakit Meuraxa ini direlokasi ke Desa Mibo Kecamatan Banda Raya Kota Banda Aceh.
· Kapal PLTD Apung
Dikarenakan banyak menara transmisi listrik dari Sumatera Utara ke Aceh ditebang oleh pihak-pihak pemberontak pada masa konflik maka masalah kekurangan listrik di Banda Aceh menjadi sangat krusial sehingga PLN menempatkan Kapal Generator Listrik untuk mensuplai kebutuhan listrik di Banda Aceh melalui jalur laut.
Pada hari minggu pagi tanggal 26 Desember 2004, gelombang Tsunami menghempas Kapal tersebut sejauh lebih kurang 3KM dari pesisir pantai. Dikarenakan banyak objek akibat Tsunami seperti perumahan penduduk yang hancur telah dibangun kembali, maka Kapal besar di tengah kampung ini sangat membantu untuk mendapatkan gambaran betapa dahsyatnya Tsunami tersebut.
· Replika Pesawat Seulawah RI 1 di Blang Padang
Pesawat Seulawah yang dikenal RI-1 dan RI-2 merupakan bukti nyata dukungan yang diberikan masyarakat Aceh dalam proses perjalanan Republik Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaannya, Pesawat Seulawah yang menjadi cikal bakal Maskapai Garuda Indonesia Airways disumbangkan melalui pengumpulan harta pribadi masyarakat dan saudagar aceh sehingga Presiden Soekarno menyebut "Daerah Aceh adalah Daerah Modal bagi Republik Indonesia, dan melalui perjuangan rakyat aceh seluruh Wilayah Republik Indonesia dapat direbut kembali". Pesawat Seulawah dibeli seharga US$120.000 dengan kurs pada saat itu atau kira-kira 25 Kg emas. Untuk mengenang jasa masyarakat aceh tersebut, maka dibuatlah replika pesawat seulawah yang berada di Lapangan Blang Padang Kecamatan Baiturrahman Banda Aceh.
· Taman Sari
Taman Sari merupakan tempat bermain yang ramai dikunjungi oleh masyarakat dengan lokasi yang berada tidak jauh dari Masjid Raya Kota Banda Aceh. Taman Sari merupakan salah satu tempat favorit di Kota Banda Aceh dengan fasilitas yang tersedia antara lain : taman yang luas dan tertata rapi dengan aneka permainan gratis bagi anak-anak, hot-spot gratis sehingga setiap orang dapat mengakses internet, serta didukung oleh bangunan gedung untuk menunjang tempat ini sebagai pusat kegiatan masyarakat.
· Taman Wisata Krueng Aceh
Wisata kuliner
(Article Source : http://www.acehtourismagency.com/index.php?op=view_makanan_minuman&id=2&daftar=_menu)
Keunikan Makanan Khas Aceh
Masakan khas Aceh yang berbentuk makanan dan minuman sudah mulai terkenal dan menjadi pangsa pasar baru yang menjanjikan bagi masyarakat Aceh. Makanan khas Aceh mulai digemari oleh siapapun yang berkunjung ke Aceh karena keunikan dan kelezatannya serta keunikan dalam pembuatannya. Pada umumnya, makanan Aceh tidak menggunakan bahan penyedap atau bahan pengawet yang dapat membahayakan kesehatan tubuh, melainkan menggunakan sumber bahan alami dan segar yang berasal dari tanah Aceh. Resep makanan khas Aceh yang berasal dari warisan nenek moyang Aceh “indatu” dengan rasa dan aroma yang unik masih terus dikembangkan dan dipelihara sampai sekarang. Meskipun, beberapa daerah lainnya juga memasak makanan yang sama (makanan khas Aceh), namun rasa dan aromanya masih sangat jauh berbeda.
Makanan khas Aceh juga dipercaya dapat menambah stamina, sekaligus dapat menyembuhkan penyakit karena bahan utama yang digunakan untuk memasak mengandung berbagai jenis rempah-rempah dan tumbuh-tumbuhan tertentu yang hanya tumbuh di Aceh, seperti kayu manis, lengkuas, jahe, kunyit, serai, cenkeh, belimbing wuluh, asam sunti (belimbing wuluh yang dikeringkan dan diperam dengan garam), batang pisang muda, bunga kala, dll. Makanan khas Aceh selain dimasak untuk konsumsi keluarga di rumah, juga dapat dinikmati pada beberapa restauran atau warung di Aceh dan di beberapa kota besar, seperti di Medan, Jakarta, dll. Juga makanan Aceh dapat dinikmati secara gratis pada hari-hari besar agama Islam dan kebudayaan, seperti perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, pesta perkawinan, mek meugang, syukuran maupun pesta-pesta rakyat lainnya. Dijamin tidak seorang pun yang dapat menahan keinginannya untuk tidak menikmati makanan Aceh, seperti Mie Aceh dan Kari Kambing. Bahan makanan khas Aceh umumnya bersumber dari sumber daya laut, pertanian, perkebunan, perternakan, perkebunan, sungai/danau dan beberapa jenis burung.
Jenis makanan yang berasal dari laut atau sungai dapat berupa ikan hiu, ikan tuna, ikan karang, cumi-cumi, udang, kepiting, jenis ikan sungai, dll. Jenis makanan yang berasal dari pertanian terdiri dari dedaunan (palawija), beras, kala, daun dan bunga pepaya, pisang muda, batang pisang muda, jantung pisang, dll. Jenis makanan yang berasal perkebunan terdiri dari buah nangka muda, dll. Sementara, jenis makanan yang berasal perternakan terdiri lembu, kambing, itik, domba, ayam kampung, kerbau, rusa, angsa dan beberapa jenis burung lainnya. Semua produk alam tersebut dapat digunakan sebagai bahan utama pembuat makanan khas Aceh, seperti kari kambing, mie Aceh, mie caluk, tumis, sup Aceh “asam keuung”, ikan kayu, kuah pliek, kanji rumbi, dendeng Aceh, sate matang, dll. “Rujak Aceh” yang berasal dari berbagai buah segar juga sangat menantang untuk dicoba setelah menikmati makanan utama dengan rasa sedikit pedas
- “Kari Aceh” adalah jenis makanan khas Aceh yang paling digemari di Aceh (“Kuah Beulangong” dalam Bahasa Aceh / “Kuah Beulanga” dalam Bahasa Indonesia).
Kari Aceh memiliki rasa yang sedikit pedas yang berwarna kuning. Terdapat empat jenis masakan kari Aceh dengan bahan utama yang berbeda, yaitu :
1. kari kambing,
2. kari daging lembu,
3. kari itik, dan
4. kari ayam.
Santan buah kelapa dan berbagai bahan masakan lainnya, seperti buah nangka, atau buah pisang muda, cabai merah, cabai keling, kelapa gongseng dan bumbu lainnya merupakan bahan-bahan utama yang menjadikan masakan kari Aceh menjadi istimewa.
Dalam banyak kesempatan, kari Aceh dimasak secara tradisional dengan menggunakan sebuah belanga besar yang dirancang khusus. Pada umumnya, hanya orang-orang lelaki dewasa yang memiliki keahlian memasak yang mampu memasak masakan kari, sehingga akan menjadi daya tarik dan pengalaman tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung.
- “Ikan Kayu” atau “Kemamah” merupakan masakan khas Aceh lainnya dengan cita rasanya yang sangat menantang. Persis seperti bentuknya, ikan kemamah terbuat dari ikan tuna yang telah direbus dan dikeringkan yang kemudian diiris-iris.
Ikan kemamah dapat dimasak dengan menggunakan berbagai bahan masakan, seperti santan kelapa, kentang, cabai hijau dan bahan rempahan lainnya. Selama perang Aceh melawan Belanda di hutan belantara, jenis masakan ini sangat terkenal karena sangat mudah dibawa dan dimasak.
- “Mie Caluk” berbeda dengan mie Aceh yang digoreng atau direbus. Mie caluk juga menjadi masakan favorit masyarakat Aceh karena mie ini menggunakan saus atau bumbu kacang. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan mie caluk juga menggunakan bahan rempahan, sehingga rasa dan aromanya sangat khas dan menggoda. Aceh juga memiliki beberapa jenis makanan penganan khas lainnya, seperti Kekarah, Timphan, Adee, kueh supet, dll. Semua jenis penganan tersebut memiliki rasa, bentuk serta bahan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
- “Kekarah” adalah jenis penganan tradisional Aceh yang berasal dari Aceh pesisir yang dulunya sering dibuat untuk kegiatan pesta perkawinan, kenduri ritual adat dan bingkisan untuk kunjungan silaturahmi dengan sesama anggota keluarga atau kerabat di kalangan masyarakat Aceh pada Hari Besar Islam (Hari Raya).
Sekarang Kekarah dapat jumpai dan dinikmati dimana saja dengan aroma dan rasa yang unik, baik di warung kopi ataupun di toko-toko makanan. Kekarah akan terasa sangat lezat bila dinikmati dengan kopi Aceh yang hangat bersama anggota keluarga dan teman-teman.
- “Timphan” adalah penganan khas Aceh yang sering dibuat pada hari-hari besar agama Islam, seperti menyambut datangnya Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Penganan ini dibuat dari adonan tepung, telur dan parutan kelapa serta dibalut dengan daun pisang muda yang segar.
Timphan sangat terkenal di Aceh serta menarik masyarakat Aceh yang berada di luar Aceh untuk “rindu kampung” dan pulang ke Aceh, khususnya pada saat hari besar agama Islam, seperti Hari Raya Idul Fithri dan Hari Raya Idul Adha. Banyak ungkapan atau peribahasa dengan kata Timphan, seperti “Uroe got buleun got timphan ma peugoet beumeutemeng rasa” (Hari baik bulan baik timphan ibu buat harus dapat kurasakan).
- “Adee” jenis penganan yang berasal dari Pidie Jaya yang dulunya juga sering dibuat untuk kegiatan keagamaan, pesta perkawinan, kenduri ritual adat dan bingkisan untuk kunjungan silaturahmi dengan sesama anggota keluarga dan kerabat di kalangan masyarakat Aceh, khususnya Hari Besar Islam (Hari Raya).
Adee yang terbuat dari adonan tepung, telur dan santan kelapa memiliki rasa dan aroma yang lezat dan telah terkenal sebagai bingkisan oleh-oleh dari Aceh. Adee dapat dijumpai dan dinikmati dimana saja di Banda Aceh dengan aroma dan rasa yang unik atau di tempat asalnya di Pidie Jaya sambil melihat langsung proses pembuatan Aceh secara tradisional.
- Jenis minuman khas Aceh selain makanan adalah kopi dan bandrek. Aceh Tengah dan Bener Meriah yang berada pada ketinggian 1500 m dpl dengan udaranya yang sejuk tdengan perkebunan kopinya yang terhampar luas. Kopi yang dihasilkan oleh daerah-daerah tersebut sudah sangat terkenal di luar Aceh dan luar negeri yang terdiri dari jenis kopi Arabica dan Robusta dengan kualitas ekspor.
Kopi Aceh terkenal sangat istimewa dan lezat. Kopi telah menjadi minuman utama masyarakat Aceh setiap harinya, baik di rumah, di kantor atau pada berbagai acara pertemuan. Masyarakat Aceh akan kehilangan selera makannya bila tidak mengkonsumsi kopi. Tidak mengherankan bahwa Aceh selain dikenal dengan ”ratusan bangunan Masjid”, juga dikenal dengan ”ratusan warung kopi”. Minum kopi bagi masyarakat Aceh telah menjadi bagian dari kegiatan sosial. Dengan minum kopi dipercayakan dapat mempererat hubungan silaturahmi dan persahabatan, sekaligus hiburan.
Adapun menu yang menjadi kebanggaan orang Aceh dan bila anda ke Aceh pada hari-hari tertentu atau pada ”kenduri” atau pesta perkawinan anak makanan itu akan kita temui, antara lain adalah:
(Article Source : http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2010/03/30/sepintas-wisata-kuliner-aceh/)
1. Kuah Pliek, ini makanan yang paling disukai oleh masyarakat Aceh, khususnya mereka yang berada di daerah Timur Aceh, khususnya di daerah Aceh Pidie dan sekitarnya. Bahan utama untuk kuah pliek ini adalah Pliek U yaitu sisa perahan kelapa pada pembuatan minyak kelapa bukan melalui pemanasan tetapi melalui pembusukan terlebih dahulu. Kemudian ciri khas lain dari Kuah Pliek ini adalah pencampuran berbagai sayuran yang telah dipotong-potong kecil, termasuk cabe hijau. Jadi kalau makan kuah pliek juga tidak dapat dihindarkan dari rasa pedas.
2. Asam Keueng, ini juga biasanya ditemukan hampir diseluruh kelompok masayarakat Aceh. Kuah Asam Keueng ini mudah didapat di warung-warung Aceh di manapun berada. Bila anda temui ada warung Aceh di Kota anda, tanya aja kuah asam keueng, pasti ada. Kuah asam keueng ini adalah masakan ikan biasanya ikan tongkol, udah, ikan lele atau yang lainnya biasanya orang Aceh dimasak dengan rasa asam keueng. Asam yang digunakan adalah asam sunti, yaitu asam yang dibuat dari buah belimbing wuluh yang sudah dikeringkan.
3. Masak Mirah, ini masakan paling banyak ditemukan bila ada pesta perkawinan atau kenduri lainnya atau pada hari tradisi ”meugang” menyambut kedatangan bulan puasa atau menjelang hari raya puasa. Pada hari itu orang Aceh pasti akan beli daging lembu atau kerbau untuk dimasak sebagai pertanda puasa atau hari raya puasa besok akan datang. Bila anda datang ke Aceh pada masa seperti itu, anda pasti akan temukan aroma masakan daging dihampir seluruh rumah di Aceh. Nah, pada saat seperti itu salah satu menunya adalah ”masak mirah”. Daging sapi atau kerbau atau juga ayam kampung pakai bubuk cabe merah yang sudah dikeringkan terlebih dahulu. Sehingga warna khas dari masakan itu terlihat dan pasti akan menambah selera makan orang Aceh.
4. Masak Puteh, ini juga menggunakan daging, bisanya sapi atau lembu tapi kadang juga bebek. Masakan ini tidak pakai cabe, tetapi sebagai penambah rasa pedas digunakan lada, tidak lupa kapulaga dan tidak boleh menggunakan kelapa gonseng merah tetapi harus kelapa gonseng putih. Semua bumbu harus digiling halus.
5. Sie Itek, saat ini sangat banyak ditemukan di kota Banda Aceh atau kota-kota kabupaten lainnya. Biasanya sie itek (daging bebek) dijual untuk makam malam.
6. Sie Ruboh, ini menu khas orang Aceh Besar. Sie Ruboh ini terbuat dari daging sapi yang telah di awetkan dengan cara direbus pakai cuka terlebih dahulu. Rebusan daging ini bisa memakan waktu lama. Setelah itu dagingnya di masak kembali atau juga digoreng sesuai selera kita. Sie reuboh ini dapat bertahan hampir satu tahun. Orang Aceh besar merantau biasanya setiap tahun ada kiriman sie ruboh dari orang tuanya di kampung.
7. Gulee Keumamah. Keumamah ini adalah ikan tongkol yang sudah diawetkan secara pemanasan. Selain keumamah juga dikenal sebagai ikan kayu karena memang mirip dengan kayu kalau kita lihat.
8. Eungkot Paya, jadi masakan khas ikan payau dengan menggunakan bumbu khas. Ini juga banyak ditemukan di daerah Aceh Besar.
9. Asam Drien, masakan khas ini biasanya ditemukan di daerah Aceh Barat Selatan, juga ditemukan dibeberapa tempat di sumatera. Asam drien dikenal juga dengan tempoyah memang sangat disukai oleh masyarakat Aceh Barat Selatan.
10. Asam udeueng (udang), ini biasanya dibuat seperti sambal. Udang sungai atau udang laut yang sudah direbus terlebih dahulu kemudian digiling menggunakan cabe dan menggunakan asam belimbing wuluh (boh limeng) yang masih segar. Belimbing yang masah segar ini adalah ciri khas dai asam udeung ini. Biasanya menjadi menu pada saat orang Aceh berladang.
11. Tumeh Engkot Muloh, ini makanan sangat khas di Aceh utara dan sekitarnya. Di daerah itu, bila ada pesta perkawinan di daerah Aceh Utara dan Sekitarnya itu, Tumeh Engkot Muloh menjadi menu utama. Bahkan masakan daging tidak ada bila menu utama Engkot Muloh.
12. Ayam Tangkap, masakan ini merupakan beberapa tahun terakhir terdengar di Aceh. Bahkan dapat diperoleh pada warung khas yang memang menu utamanya ada Ayam Tangkap. Ayam Tangkap, satu ayam digoreng menggunakan bumbu yang digoreng bersamaan dengan daun biasanya daun teumeurui tadi. Memiliki rasa yang cukup khas juga.
13. Mie Aceh juga telah menjadi makanan favorit masyarakat Aceh dan mulai digemari oleh berbagai masyarakat di luar Aceh. Mie Aceh yang terdiri dari Mie Rebus, Mie Goreng dan Mie Goreng Basah diberi campuran sayuran dan berbagai bahan rempahan lainnya, seperti bawang putih, bawang, cabai merah, dll. Untuk menambah kenikmatan, Mie Aceh juga dapat dicampur dengan kepiting, udang, telur, cumi-cumi dan daging sapi sesuai selera konsumen. Mie Aceh yang memiliki rasa khas ini dapat ditemukan dengan mudah di kota lainnya, seperti di Jakarta dan Bandung, meskipun rasanya sudah dimodifikasi dengan selera masyarakat setempat.